INFO: IzRu Web dan Catatan IzRuYan dengan bangga mempersembahkan sebuah e-book / buku digital pertama dari IzRu Web, yang mengisahkan perjalanan seorang remaja yang terpaksa hidup tanpa smartphone selama ± 17 bulan setelah HP lamanya rusak. Dalam perjalanan penuh tantangan ini, dia belajar banyak tentang ketahanan dan harapan. Diangkat dari kisah nyata. Dapatkan e-book "17 Bulan Sedih Tanpa HP" sekarang hanya di Trakteer IzRu Web dan ikuti kisahnya! Traktir dan Download Sekarang.

SHA: Kisah Anak Penjual Es Teh yang Dihina Siswa yang Lain

Ilustrasi Anak Penjual Es Teh yang Dihina Siswa Lain
Selamat datang kembali di web blog Catatan IzRuYan

IzRuMin punya cerita Suara Hati Anak yang baru nih. Kali ini, IzRuMin akan menceritakan kisah tentang seorang anak bernama Ardi, yang duduk di kelas 8 SMP dan memiliki kehidupan yang jauh dari biasa. Selain bersekolah, Ardi juga membantu orangtuanya berjualan es teh keliling di lingkungan sekolah. Namun, suatu kejadian tak terduga membuatnya menjadi bahan perbincangan hangat di sekolah, dan viral di media sosial. Lalu, bagaimana Ardi bisa bangkit dari cemoohan itu dan menemukan kekuatan dalam dirinya?

Sebelum itu, IzRuMin ingin mengajak Izruwebers semua untuk memberikan dukungan berupa donasi agar IzRuMin bisa terus aktif dan memberikan cerita-cerita menarik lainnya. Selain itu, donasi tersebut akan membantu IzRuMin dalam mengembangkan web blog ini serta web member IzRu Web lainnya. Dukungan dari kalian sangat berarti bagi IzRuMin!
Di sebuah sekolah menengah pertama di pinggiran kota, seorang anak bernama Ardi menjalani hari-harinya dengan penuh perjuangan. Ardi bukanlah anak yang menjalani kehidupan seperti kebanyakan temannya. Ia tidak hanya datang ke sekolah untuk belajar, tetapi juga untuk membantu orang tuanya yang berjualan es teh keliling. Ardi yang duduk di kelas 8 SMP ini, setiap hari, dengan sepenuh hati berkeliling lingkungan sekolahnya, menjual es teh yang dibuat oleh ibunya. Ini adalah rutinitas yang sudah ia jalani sejak kecil. Keuletan dan ketekunan Ardi menjadi sumber inspirasi, meski kadang tak banyak yang bisa memahami perjuangannya.

Pagi itu, seperti biasa, Ardi datang ke sekolah dengan sebuah ember besar berisi es teh manis yang dibuat oleh ibunya. Di dalam ember itu, es teh yang segar dengan aroma daun teh yang khas siap untuk dinikmati oleh siapa saja yang membeli. Ardi menggendong ember tersebut dengan hati-hati, mengantarnya ke berbagai sudut sekolah untuk mencari pembeli. Namun, selain menawarkan dagangannya, ada satu hal lagi yang lebih sering terjadi. Ia merasa harus menelan cibiran dan komentar sinis dari sebagian temannya. Meskipun begitu, Ardi tetap teguh menjalani rutinitas ini dengan sabar. Baginya, membantu orang tua adalah sebuah kewajiban yang harus ia lakukan, dan es teh yang dijual bukan hanya sebuah usaha, tetapi juga sebuah bentuk dukungan kepada orang tuanya.

Pada suatu hari yang cukup cerah, Ardi sedang berjalan menyusuri lorong sekolah, sambil membawa ember berisi es teh di tangannya. Seperti biasa, beberapa teman sekelasnya yang berada di luar kelas melihat Ardi datang. Mereka tertawa kecil, sesekali berbicara dan menatap ke arah Ardi dengan tatapan yang seolah meremehkan.

Saat Ardi mendekat, sekelompok siswa yang sedang nongkrong di depan kelas menghampirinya. Salah seorang dari mereka, Andi, dengan sengaja bertanya sambil setengah mengejek, “Eh, Ardi! Es tehnya masih ada, enggak?”

“Ya, masih ada. Mau beli?” jawab Ardi sambil bersiap-siap untuk mengambil es teh yang ada di dalam embernya.

Namun, jawaban Ardi yang santai tidak membuat ejekan berhenti. Bima, yang duduk di samping Andi, langsung berkata dengan nada kasar, “Ya sana dijual es tehnya, goblok!” Semua siswa yang ada di sana pun tertawa.

Tak lama, salah seorang dari mereka melanjutkan, “Kalau es tehnya nggak laku, ya udah, itu takdir,” dan mereka pun tertawa lagi.

Tiba-tiba, salah seorang dari kelompok tersebut, Liza, mengeluarkan ponselnya dan mulai merekam aksi itu. “Ayo, rekam aja biar viral!” ujarnya sambil tersenyum sinis. Video itu pun langsung diunggah ke media sosial. Dalam hitungan jam, video yang memperlihatkan Ardi dengan ember es teh di tangannya, dijuluki “goblok” oleh temannya, menjadi viral dan menjadi bahan pembicaraan hangat di kalangan siswa sekolah.

Sekolah yang tadinya tenang, kini dipenuhi gosip dan cemoohan terhadap Ardi. Video itu semakin menyebar, dan banyak teman-teman sekelasnya yang mulai mengolok-oloknya, bahkan sebagian besar teman di sekolah merasa senang melihat Ardi menjadi bahan tertawaan. Ardi merasa sangat malu. Ia tidak mengerti mengapa ia harus menjadi sasaran ejekan seperti itu. Ia hanya berusaha untuk membantu orang tuanya dengan berjualan es teh. Bagi Ardi, itu adalah cara untuk mendapatkan uang tambahan dan meringankan beban orang tuanya yang bekerja keras.

Namun, di tengah kekisruhan itu, ada sebuah kejutan yang datang. Beberapa teman-temannya yang dulunya diam saja, mulai memberikan dukungan kepada Ardi. Dinda, salah seorang teman sekelas yang dulu tidak begitu akrab dengan Ardi, tiba-tiba datang menghampirinya di tengah istirahat.

“Ardi, aku tahu kamu nggak pantas diperlakukan seperti itu. Kamu cuma mau membantu orang tua kamu, kan?” Dinda berkata dengan penuh empati. “Jangan dengarkan mereka. Mereka nggak tahu apa-apa.”

Ternyata, dukungan Dinda bukan hanya dari dirinya. Di media sosial, semakin banyak teman-teman sekolah dan orang-orang lain yang mulai mengungkapkan rasa simpatinya terhadap Ardi. Beberapa guru di sekolah juga ikut berbicara, menegaskan bahwa perbuatan itu tidak bisa dibiarkan dan bahwa anak-anak harus saling menghormati satu sama lain.

Sebuah post dari seorang siswa yang bernama Rina di Facebook menjadi viral.
Goblok itu bukan Ardi, tapi orang yang mengejek dia. Menghargai usaha orang lain adalah hal yang harus kita lakukan, bukan menghinanya. Aku beli es teh Ardi, dan kalian?
Tidak hanya itu, beberapa alumni sekolah juga ikut menanggapi dan memberikan dukungan terhadap Ardi. Mereka bahkan datang ke sekolah dengan membawa uang dan membeli es teh Ardi sebagai bentuk solidaritas. Ardi pun merasa sedikit lega dan lebih dihargai. Meskipun ia tetap harus berjuang, kini ia tahu bahwa ia tidak sendirian.

Hari-hari setelah peristiwa itu, Ardi semakin kuat. Teman-temannya yang dulu mengejeknya, perlahan mulai malu dengan sikap mereka. Beberapa dari mereka mulai mendekati Ardi dan meminta maaf atas perlakuan yang tidak pantas itu. Ardi, meskipun merasa berat hati, tetap menerima permintaan maaf mereka dengan baik.

“Terima kasih sudah mendukung aku,” kata Ardi pada teman-temannya yang datang menemuinya. “Aku cuma pengen bantu orang tua aku. Itu aja.”

Dukungan dari teman-temannya ini membuat Ardi semakin percaya diri. Ia semakin rajin berjualan, dan perlahan ia mulai merasa bahwa meskipun terkadang hidup tidak adil, ada banyak orang baik di sekitarnya yang siap mendukung dan memberikan semangat.

Kisah Ardi akhirnya menyebar lebih luas lagi, menjadi contoh nyata bahwa tidak ada yang lebih mulia daripada membantu keluarga dan tetap teguh menghadapi segala tantangan hidup. Ardi yang dulu hanya seorang anak biasa yang berjualan es teh, kini menjadi simbol ketekunan dan keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri, meski terkadang dihadapkan pada penghinaan dan cemoohan.

Suara hati anak seperti Ardi mengajarkan kita semua untuk lebih menghargai orang lain, untuk tidak pernah meremehkan perjuangan orang lain, apapun bentuknya. Karena setiap orang, meskipun dalam kesederhanaan, memiliki cerita dan perjuangan yang patut dihormati.
Sekian dulu cerita dari IzRuMin kali ini. Jangan lupa untuk Follow Blog atau download aplikasi IzRu Web sekarang, agar tidak ketinggalan cerita menarik lainnya dari web blog Catatan IzRuYan.
Yuk segera baca cerita tentang seorang remaja yang merasa sedih akibat HP lamanya rusak, dan menjalani hari-harinya tanpa HP selama ± 17 bulan, dengan berbagai rintangan yang dihadapinya, dalam e-book "17 Bulan Sedih Tanpa HP". Dapatkan sekarang hanya di Trakteer IzRu Web. Untuk info selengkapnya, klik disini.
Terimakasih :)
×

Bagikan dengan Kode QR


QR Code

Posting Komentar

Download aplikasi IzRu Web gratis